RPP e-Commerce Berpotensi Matikan Lapak Online
|Indonesia E-Commerce Association (IdEA) menilai pemerintah harus segera memperbaiki proses penyusunan RPP e-Commerce. Jika terus dipaksakan seperti yang sekarang berjalan, RPP ini dikhawatirkan justru akan membunuh industri online.
Pada hari Minggu 21 Juni 2015 kemarin, Kementerian Perdagangan akhirnya mensirkulasikan dokumen elektronik berupa matriks yang berisi garis besar pasal-pasal RPP e-Commerce. Asosiasi kemudian diberikan waktu 1 minggu untuk memberikan masukan terhadap materi tersebut.
Hal ini merupakan kelanjutan dari keluhan IdEA terhadap Kemendag yang dinilai tidak transparan dalam menyusun RPP tersebut. Selama 2 tahun wacana ini bergulir, Asosiasi mengaku tidak pernah diberikan akses terhadap draft dokumen.
Matriks yang diberikan juga dirasa tidak cukup komprehensif, karena sangat krusial untuk mengevaluasi keseluruhan dokumen secara utuh. Belum lagi soal waktu 1 minggu yang diberikan dirasa tidak ideal untuk mengulas dokumen yang sangat penting bagi masa depan perekonomian nasional.
“Dari matriks yang diberikan tersebut, dapat dilihat beberapa poin yang sangat berbahaya bagi industri. Yang pertama dari sisi definisi ‘pelaku usaha; yang tidak merefleksikan keadaan, model, dan praktik bisnis e-commerce di pasar saat ini,” papar pernyataan IdEA.
Pasalnya, perlu dipahami bahwa e-commerce jauh lebih luas dari e-retail. Selain e-retail, ada banyak model bisnis lain yang perlu diakomodir, seperti classified ads, market place, dan daily deals. Masing-masing model bisnis perlu pendekatan aturan yang berbeda.
“Adanya kewajiban pendaftaran yang dikenal dengan istilah Know Your Customer (KYC), tidak masuk akal untuk dijalankan oleh model bisnis classified ads dan market place. Hal tersebut secara langsung akan membunuh para pemainnya,” lanjut IdEA.
Belajar dari negara-negara lain yang telah lebih maju dalam hal e-commerce, aturan yang dibuat dinilai haruslah berimbang antara perlindungan konsumen, penjual, dan penyelenggara platform. Di Amerika Serikat, misalnya mempunyai ‘safe harbor policy’ yang membatasi pertanggungjawaban hukum dari penyelenggara platform berdasarkan azas keadilan. Hal tersebut sangat penting untuk membangun iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha.
“Kami mengajak pemerintah untuk segera memperbaiki proses penyusunan RPP ini. Segera libatkan para pelaku industri ke dalam kelompok diskusi, berikan akses kepada draft lengkap, dan berikan waktu minimal 30 hari untuk mengevaluasi puluhan pasal tersebut,” ungkap Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum idEA.
“Beberapa isi RPP sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mematikan industri,“ pungkasnya.
sumber : detik